Halo cuy, Jakarta lagi mendung-mendungnya nih beberapa hari ini. Udah 2 hari ini berturut-turut gw kehujanan setiap kali pulang kerja. Oh well, anyway hari ini rencananya mau publish post #JempolMurahan edisi Januari.
Sebetulnya gak tau kenapa tapi kebetulan banget minggu ini kok pas dengerin podcastnya Pak Rane ya nyambung banget sama edisi kedua Jempol Murahan kali ini.
Gimana mau mulainya ya, postingan kali ini sebetulnya tips buat lo-lo (kita-kita) pada untuk keluar dari kungkungan eco chamber. Eco Chamber? Apaan lagi tuh?!?! (biar dramatisnya dapet, pake tanda seru).
Baca juga: Tentang “Jempol Murahan” dan Echo Chamber (by Arief Prasetyo)
Kalo kata gw sih, eco chamber itu kungkungan (filter) dari social media supaya kita merasa nyaman dan merasa paling benar atas semua opini kita hahaha.
Kalo kata Pak Rane, eco chamber itu kungkungan social media yang memberikan INFORMASI YANG KITA MAU, BUKAN YANG KITA BUTUHKAN (pake capslock dan font merah biar kebaca).
Isu eco chamber ini menurut Pak Rane sudah dimulai bahkan jauh sebelum perpecahan masyarakat melalui social media ini terjadi dan Eli Pariser ini salah satu yang memulai isu ini di tahun 2011.
Coba luangkan waktu untuk menonton apa yang Eli Pariser share di TedEx melalui video di bawah ini.
Sudah terasa gak sih kalo akhir-akhir ini perbedaan di social media semakin meruncing? Apalagi tentang politik. Menurut gw sih ya karena eco chamber ini salah satu sebabnya.
Walaupun segala macam perbedaan ini ujungnya ya akan selalu: apakah lo pro-Jokowi atau pro-Prabowo (lo harus jawab jujur kalo endingnya emang akan selalu mengarah ke situ).
Makanya gw suka nyebar-nyebar link dari Asumsi yang menurut gw konten edukasi politiknya bagus, supaya wawasan (politik) kita juga semakin luas, gak cuma Jokowi atau Prabowo, Anies atau Ahok.
Baca: Politik itu Persepsi!
Anyway back to eco chamber, gimana caranya nih supaya kita bisa keluar dari kungkungan social media yang cuma memberikan informasi yang kita mau (baca algoritma social media membaca semua kebiasaan kita di internet)?
Kalo tipsnya Pak Rane sih mudah (tapi susah buat gw lakukan haha), lo harus klik juga link-link yang lo gak sukai, bukan cuma yang lo sukai atau yang lo setujui aja. Lo juga harus klik dan baca link yang menurut lo gak bener supaya algoritma social media membaca dan memberikan informasi ke kita seluas mungkin, gak cuma informasi yang kita mau.
Kalo tips buat gw, bikinlah list sendiri kanal-kanal informasi atau berita yang memberikan semua informasi baik yang menurut kita baik maupun jelek. Misalnya, kalo di twitter gw bikin list twitter baik dari orang yang menurut gw sepehamanan dan yang enggak.
Dan menurut gw, list twitter dari orang-orang yang bersebrangan sama gw malah lebih memberikan update dan isu yang sedang berkembang akhir-akhir ini.
Tips lain ya bikin aja list bacaan sendiri lewat list feed yang kita bikin sendiri, salah satunya lo bisa pake Inoreader (semacam pengumpul link-link supaya kita bisa ikutin updatenya).
Nah sampe sini sudah mengerti belum? Apa malah tambah bingung?
Yuk diskusi lewat kolom komen kalau kamu punya tips lain atau punya pertanyaan tentang isu yang satu ini.
PS: ide postingan kali ini berasal dari podcastnya Pak Rane, silahkan ya buat didengerin podcastnya di bawah ini:
Jempol murahan. Gue suka nih istilahnya..
Walaupun jari gue katanya jempol melulu tapi nggak murahan sih.
Anyway, thanks for writing this. Jadi dapet tambahan info lagi.. Echo Chamber ya..
makasih juga udah share podcastnya
Soal jempol ini hanya sebagai hashtag nih pak, biar tercatat di socmed hahaha.
BTW terima kasih udah mampir & meninggalkan jejak ^^