Sebetulnya sangat berat untuk menulis kali ini tetapi karena kondisi dan situasi pandemi yang tidak memungkinkan untuk melihat Eko terakhir kali, saya merasa perlu untuk menuliskan kenangan-kenangan saya bersama Eko sehingga memori ini tidak akan hilang begitu saja. 

Antonius Eko Mintarso adalah sepupu yang usianya paling dekat dengan saya dan banyak membantu ketika saya kuliah dan tinggal di Semarang dulu kala. Pagi ini, Eko meninggal dan menghadap Tuhan Yesus karena menurunnya kesehatan dan Covid.

Masa Kecil

Kiri – kanan: Ivan – saya – Eko – Nina

Eko adalah sepupu yang usianya paling dekat dengan saya dan bertempat tinggal di Ampel, Boyolali, Jawa Tengah. Karena simbah bertempat tinggal di Ampel dan keluarga saya di Jakarta, setiap tahun saya dan keluarga selalu mengunjungi Ampel rutin. Kalau tidak mengikuti kebiasaan masyarakat waktu Lebaran, kami biasanya ke Ampel waktu liburan sekolah. Di saat itulah saya bertemu Eko hampir setiap tahun di masa kecil saya.

Sepanjang ingatan saya, Eko punya karakter yang lebih kuat dari pada saya. Saya lebih introvert dan tidak mudah mengemukakan pendapat sewaktu kecil sedangkan Eko sebaliknya. Dan sifat ini terbawa hingga kami kuliah dan ngekos bareng. Yang saya ingat lagi dari masa kecil ini adalah betapa Eko lebih beruntung dari pada saya karena keluarga Eko mempunyai peternakan sapi dan ayam sehingga ada hal-hal yang dimiliki Eko terlebih dahulu walaupun Eko tinggal di kampung dan saya tinggal di kota besar.

Tidak banyak yang masih bisa saya ingat selain saya pernah menangis karena kalah rebutan cemilan (snack) dengan Eko, atau menonton TV di kampung dengan listrik yang berasal dari aki dan setiap malam saya menikmati orang tua menyalakan lampu lentera dengan bahan bakar minyak setiap menjelang malam karena listrik waktu itu belum masuk Banaran,kampung tempat tinggal Eko.

Masa Remaja

Di saat kami remaja sebetulnya malah tidak banyak memori yang terbentuk karena kami lebih jarang bertemu dibandingkan saat kami kecil. Karena perjalanan ke Ampel memakan lebih banyak uang, seingat saya sewaktu saya bersekolah SMP – SMA, saya hanya ke Ampel mungkin tidak sampai 2 – 3 kali. Mungkin saya sudah lupa juga memori saat itu tetapi memang memori saya sewaktu kecil dan SD dengan eko lebih lekat dalam otak dan memori hingga kini.

Seperti yang sudah saya share sebelumnya, Eko memang lebih beruntung dibandingkan saya yang tinggal di Jakarta. Di saat saya masih naik bis dan angkutan kota lain untuk bersekolah, Eko sudah memiliki motornya sendiri kala itu dan tentunya ini membuat saya merasa lebih introvert dibandingkan Eko. Kalau tidak salah, di masa sekolah inilah Eko mendapat kecelakaan motor yang cukup besar sehingga masalah di kakinya tidak terselesaikan cukup lama dari kecelakaan motor tersebut.

Masa Kuliah

Saya mendapatkan kuliah di UNDIP, Semarang lewat UMPTN. Karena waktu itu saya tidak terbiasa hidup sendiri, saya banyak dibantu oleh Eko dan Om Bud untuk bertahan hidup di Semarang termasuk kos. Hingga saya se-kos dengan Eko dan punya kamar bersebelahan. Memang Eko dengan sifatnya yang lebih ekstrovert dan bisa membuat aura ceria orang-orang di sekitar dia sehingga bisa lebih baik bersosialisasi dengan lingkungan sekitar kos dibandingkan saya. Kebetulan ibu kos juga mempunyai iman yang sama, Katolik, sehingga memudahkan saya dan Eko untuk merasa lebih nyaman tinggal di kos Jatingaleh (begitu kami menyebutnya).

Sebetulnya kos di Jatingaleh yang terletak di kota atas cukup jauh dari lokasi kuliah saya di kota bawah Semarang, tetapi buat saya tidak masalah untuk naik angkot setiap hari untuk kuliah karena kehidupan kos begitu menyenangkan karena ada keluarga dekat yang tinggal bersama saya.

Di jaman kuliah ini pastinya saya belum memiliki smartphone sehingga kegiatan saya dan Eko selain kuliah dan kegiatan kampus ya bermain ke rumah tetangga depan kos yang kebetulan memiloki meja ping pong dan halaman yang cukup luas sehingga kami bisa bercengkrama dengan cukup nyaman.

Di setiap akhir pekan, saya nebeng Eko dengan motornya untuk pulang ke Ampel dan di hari Senin pagi kembali ke Semarang. Cukup banyak memori dalam perjalanan-perjalanan ini karena saya sering mengantuk ketika naik motor di belakang karena belum bisa naik motor. Dan ketika Eko mulai berpacaran dengan Etty, yang akhirnya menjadi istri, kegiatan nebeng sayapun mulai banyak berkurang. Dan saat itu seingat saya, saya juga sudah mulai sangat aktif ke organisasi kampus dan lainnya sehingga otomatis kegiatan saya bersama Eko jauh berkurang.

Masa Dewasa

Eko menikah terlebih dahulu dari pada saya (pastinya hahahaha) dan semenjak itu kami jarang berkomunikasi intens selain lewat social media maupun chat karena Eko sudah punya keluarga sendiri. Walaupun komunikasi kami tidak intens tetapi saya masih merasa Eko adalah salah satu sepupu yang terdekat karena kami mengalami pergulatan masa kuliah yang hampir berbarengan sampai Eko lulus terlebih dahulu dan kami berpisah tempat tinggal.

Yang pasti hingga akhir hayatnya Eko lebih aktif di kegiatan gereja, sangat jauh aktif dibandingkan saya yang hanya menjadi umat biasa saja. Pengabdiannya di Stasi Ampel dengan menjadi ProDiakon dan organis sudah sangat dirasakan manfaatnya oleh umat Stasi Ampel. Eko memang lebih punya bakat kreatif dibandingkan saya. Eko dan Nina, adiknya, punya kelebihan dalam bidang seni musik dan nyanyi sehingga mereka berdua bisa berduet sebagai organis dan penyanyi.

In Memoriam – Antonius Eko Mintarso

In Memoriam – Antonius Eko Mintarso

Pagi ini (03 Juli 2021), Eko berpulang ke hadapan Tuhan Yesus karena penyakit yang dideritanya ditambah positif Covid yang baru saja terdeteksi beberapa hari lalu.  Selamat jalan Ko dan semoga istirahatmu makin tenang karena dibebaskan dari semua penyakit dan beristirahat di samping Tuhan Yesus. Amin.

Catatan:
1. Stasi = sebuah gereja kecil.

 

By Didut

3 thoughts on “In Memoriam – Antonius Eko Mintarso”
  1. duuh… sedih banget bacanya.. semoga almarhum Eko diterima amal ibadahnya dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *