Saya mau melanjutkan impresi saya terhadap program dan kegiatan PB Djarum yang saya lihat 2 minggu lalu sewaktu mereka mengadakan audisi PB Djarum untuk tahun 2010.

Perasaan saya yang pertama begitu menginjakkan kaki di hall PB Djarum adalah “gila, ini Β beratus-ratus anak calon atlet bulutangkis Indonesia berkompetisi untuk mendapatkan beasiswa PB Djarum


Lihat saja gambar yang Titiw ambil dari seberang. Ratusan atlet bulutangkis berusia belia (11-15 tahun) tumplek jadi satu dengan orang tua yang mengantar mereka untuk audisi.

Atlet-atlet belia ini memang dari kecil sudah ditempa untuk berhadapan dengan sistem kompetisi yang sangat ketat. Untuk mencetak 1 juara dunia seperti Haryanto Arbi (Juara All England 1993, 1994), memang kompetisi yang panjang dan berjenjang adalah blue printnya.

Audisi PB Djarum menurut saya bisa menjadi langkah awal untuk atlet-atlet belia tersebut untuk menjadi bintang bulutangkis di masa yang datang. Selain jalan yang lain untuk menjadi juara dunia bulutangkis, PD Djarum merupakan idaman atlet belia bulutangkis untuk memulai langkah mereka didunia atlet.

Kenapa saya bisa bilang idaman? Kalau bukan idaman tidak mungkin ada orangtua yang mengantarkan anaknya menempuh perjalanan selama 1 minggu (atau bahkan lebih) ke Kudus hanya untuk mengikuti audisi beasiswa yang seleksinya sangat ketat (dari 870 peserta hanya diambil 11 orangbayangin aja tuh tingkat kompetisinya).


Foto diatas memperlihatkan seorang bapak yang mengantarkan sang anak dari Luwuk, Sulawesi Tenggara menempuh perjalanan 1 minggu melalui perjalanan darat dan laut menuju Kudus.

Saya sempat berbicara dengan salah satu orang tua dari peserta audisi. Nama beliau Pak Ibnu dan kebetulan beliau datang dari Semarang. Pak Ibnu mengantarkan putranya Akbar Bayu Saputra yang memang hobby bermain bulutangkis dan saat ini berlatih dengan salah satu klub di Semarang untuk memperkuat keahlian bermain bulutangkisnya.

Pak Ibnu malah tidak terlalu berharap Bayu lolos dalam audisi PB Djarum kali ini karena beliau menganggap bahwa cita-cita Bayu kali ini sangatlah sulit untuk dicapai, seperti pungguk yang merindukan bulan kata beliau.

Tetapi karena tekad Bayu yang sudah sangat bulat, beliau akhirnya luluh juga untuk mengantarkan Bayu beraudisi selama beberapa hari di Kudus.

Bayu bertekad untuk menjadi atlet profesional dan dengan menjadi atlet penerima PB Djarum akan membuat jalan Bayu untuk menjadi atlet profesional menjadi lebih terlihat. Kenapa begitu? Karena jika Bayu lulus menerima beasiswa dan menjadi atlet PB Djarum, Bayu tidak usah memikirkan biaya untuk latihan bulutangkis. Semua biaya untuk berlatih dari peralatan bulutangkis sampai pelatih bisa Bayu dapatkan setiap harinya selama menjadi atlet PB Djarum. Selain itu disediakan juga pelatih-pelatih yang sudah sangat berpengalaman dalam melatih calon atlet masa depan bulutangkis Indonesia.

Di PB Djarum Pak Ibnu juga sudah tidak perlu memikirkan kondisi Bayu karena fasilitas yang diberikan kepada atlet sangat lengkap dengan standar yang sangat tinggi termasuk fasilitas asrama. Pak Ibnu akan merasa tenang meninggalkan Bayu menapak karir atlet bulutangkisnya jika benar-benar lolos dari audisi kali ini.

Sayang sekali Bayu tidak lolos audisi PB Djarum 2010 ini ditahap terakhir (tahap III). Padahal ini tahun II Bayu mengikuti audisi ini. Pak Ibnu sudah tidak terlalu banyak berharap kali ini karena usia Bayu yang sudah menjelang 14 tahun tetapi kelihatannya Bayu akan terus mencoba hingga usianya sudah mentok tidak bisa mengikuti audisi PB Jarum ini (usia maksimal yang diperbolehkan 15 tahun).

Betul-betul semangat yang luar biasa. Itulah impresi yang saya dapat dari para anak-anak dan orang tua ini selama mengikuti audisi selama 3 hari berturut-turut. Baik orang tua dan sang anak tidak mengenal putus asa walau peluang berhasil sangat-sangatlah kecil. Kebanyakan dari mereka akan terus mencoba di tahn berikutnya walau berasal dari tempat yangs angat jauh seperti Papua. Bahkan beberapa anak masih berada diusia sangat belia (9 tahun), semata-mata memberikan pengalaman dalam merasakan atmosfer kompetisi audisi PB Djarum hingga bisa siap ditahun-tahun berikutya.

Melihat bagaimana sang orang tua selalu memberi semangat setiap sang anak selesai menyelesaikan 1 sesi game maupun trial membuat saya sadar bahwa bintang bulutangkis tidak akan muncul jika tanpa orangtua dibelakangnya yang selalu mendukung sang atlet.


Saya melihat semangat itu juga yang tetap dipertahankan atlet PB Djarum ketika mereka mulai tinggal di asrama. Ketika saya ngobrol dengan Andrew Susanto (13 tahun ) – yang saya baru tahu ternyata Andrew adalah anak dari Hermawan Susanto & Sarwendah Kusumawardhani – membuat saya sadar bahwa sedari belia atlet-atlet PB Djarum sudah dilengkapi dengan fasilitas yang baik dan mental yang terus dibangun untuk menjadi seorang juara.

Andrew mengatakan walau kehidupan di PB Djarum jauh dari kehangatan kedua orangtuanya akan tetapi dia senang untuk berlatih setiap hari untuk menjadi juara dunia yang merupakan cita-citanya disuatu hari kelak.

Perkataan Andrew membuat saya sadar bahwa atlet memang dituntut untuk berusaha lebih keras daripada masyarakat kebanyakan karena seorang atlet hanya dipandang dari prestasinya saja bukan yang lain.


Untuk Andrew dan kawan-kawan, mimpi dan perjalanan mereka memang dimulai dari sini di PB Djarum.

Apa mimpimu hari ini kawan?

By Didut

22 thoughts on “The Journey Begins”
  1. Gue terharu banget baca postingan ini Dut..
    Kerja keras, tekad juga semangat yang tinggi betul2 jd nafas mereka yah.
    Merinding baca soal Bayu.. semoga tahun dpn ia lolos seleksi.
    dan semoga dunia bulutangkis kita bisa bangkit lagi!
    (Amin)

  2. @NengBiker: sebetulnya PB Djarum memang hanya salah 1 jalan menjadi atlet bulutangkis. Tetapi memang PB ini hanya satu satunya di Indonesia yg memberi semuanya gratis. Makanya byk banget yg mau ikut.

  3. Huhuhuhu.. Iya duuut! Si bayu gak lolos, trus si Vira yang dari depok yang main bultang sama aku juga gak lolos.. Huhuhu.. kesian.. Tapi tetep aja, yang namanya pemenang itu cuma ada 1 (kecuali ganda, hehe..). Jadi, selalu akan diambil yang terbaik dari yang terbaik. πŸ˜€ Semangat terus untuk para calon atlet yang mengharumkan merah putih!

  4. Nice article. Luv it. I think, u must see KING, a production of Alenia. It’s a good movie. The story is quite similar with the story you wrote in this article. It was about a boy who determined to be a badminton (shuttlecock) champion, just like the legendary Lim Swie KING. It’s not just about winning the game, but it was more about struggling, never giving up your dream, dignity, honesty, friendship, and respect. πŸ™‚

  5. eh aku jadi kangen main bulu tangkis lagi, apakah ada blogger yang mau main bulu tangkis sama sayaaahhhh πŸ˜€ *komen ga nyambung* hihihi abis pada karaoke mulu biasanya, olahraga yuuuuuuu πŸ˜€

  6. di balik anak yg berhasil, memang selalu ada orangtua yg gigih, kan.. kl anaknya butuh motivasi, orangtuanya ada. anak butuh difasilitasi, orangtua beri. determinasi yg kyk gini seringkali mengharukan πŸ˜€

  7. ya ampun… jadi malu ama diri sendiri. anak yang masih muda begitu aja berusaha sangat keras buat mimpi nya.

    sedangkan aku yang sudah agak lebih berumur (:D) dibandingkan mereka, lebih sering bermalas – malas an

    nice post dut
    πŸ™‚

  8. Btw, aku dulu pernah pengin jadi atlet badminton & ngefans banget Hariyanto Arbi sampe ku samperin ke PBSI Cipayung yg jauuuuh itu! hehehehe….

  9. Tak apa ya dik bayu, semangatmu mencoba dan pantang menyerah itu adalah bukti bahwa kamu adalah pejuang sejati, tahu kapan mencoba & kapan harus berhenti.

  10. entah kenapa, saya mrinding baca postingan ini. semangat para atlet itu, nyetrum sampe ke sayaa…

    my first visiting in this blog, πŸ™‚
    nice blog πŸ™‚
    salam kenal yaaaa..

  11. @Elia : Yoih El … hebat juga ortu yg dukung anaknya jd atlet

    @Ais: mari lbh giatttt :))

    @Sabai : raihlah mimpimu !! itu ya intinya :))

    @Nada : terima kasih sdh mampir πŸ™‚

  12. dengan seleksi yg begitu ketat, fasilitas latihan yang begitu hebat, kok bulu tangkis Indonesia kesane stuck ya?
    tapi tetp, salut ma anak2 ini. kadang2 jadi malu kalau baca artikel2 seperti ini. usahaku belum apa2apanya dibanding mereka

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *